Euforia pesta demokrasi yang dilaksanakan tahun ini begitu terasa. Kedua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden semakin gencar menarik simpati rakyat. Berbagai cara dilakukan oleh tim sukses masing-masing pasangan. Mulai dari iklan yang ditayangkan di stasiun-stasiun tv, berbagai pemberitaan yang disuguhkan untuk rakyat setiap harinya, bahkan pencitraan yang juga dilakukan di berbagai media.
Timses masing-masing pasangan seolah tak memikirkan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memasang iklan di stasiun tv. Iklan capres yang ditayangkanpun sengaja dipilih untuk ditayangkan di jam-jam tertentu saat rakyat banyak menonton tv. Tak sedikit jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memasang iklan politik di stasiun tv dan tentunya hal ini sekaligus menguntungkan untuk para pemilik media.
Sesuai dengan peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk membatasi frekuensi penayangan iklan politik di stasiun tv, yaitu sepuluh kali dalam sehari, namun hampir di beberapa stasiun tv menayangkan iklan politik lebih dari sepuluh kali perharinya. Bukankah hal ini semakin menguntungkan untuk para penguasa media? Dari data yang didapat, Rcti mendapat keuntungan tertinggi dalam periode masa kampanye, yaitu sekitar 22,9 miliar. Kemudian disusul dengan Antv, yaitu 16,47 miliar, Sctv sekitar 15,99 miliar, tvOne mendapat keuntungan 11,79 miliar, transmedia (trans tv dan trans 7) sekitar 19,91 miliar, mnc tv 8,83 miliar, indosiar 5,98 miliar, metro tv sekitar 5,94 miliar, global tv mendapat keuntungan 4,58 miliar, dan tvri menduduki peringkat terbawah, yaitu 2,67 miliar.
Lalu, apa yang seharusnya dilakukan Bawaslu dalam hal ini? Bukankan para peserta pemilu sudah seharusnya mengikuti aturan main yang sudah ditetapkan? Seperti yang sudah dijelaskan di awal, para peserta pemilu capres dan cawapres seolah melakukan segala cara untuk berlomba-lomba menarik simpati rakyat guna memenangkan pesta demokrasi tahun 2014 ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar